Massa HMI Tuntut Copot Polisi Represif ~ Share

Kamis, 27 Januari 2011

Massa HMI Tuntut Copot Polisi Represif

11.11

buletin PTKM

Laporan Reporter Tribun Jogja Iwan Al Khasni

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta gelar aksi demo di Kota Yogyakarta, Rabu (26/1/2011) pagi. Mereka menuntut pemecatan anggota polisi yang bertindak represif terhadap mahasiswa.

"Seperti teman teman kita yang di Jakarta kemarin, mereka mendapatkan aksi kekerasan dari aparat keamanan," kata Koordinator Umum Aksi Taufik Saifuddin dalam orasinya.

Mereka menilai, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi penyebab kegagalan pemerintah termasuk kepolisian. "Jika tidak mampu bubarkan kabinet, turunkan SBY, dan bentuk pemerintahan baru yang bersih melalui pemilihan ulang oleh rakyat,"terangnya.

Dalam aksi itu, mereka mengajukan 12 tuntutan kepada pemerintah, antara lain, selesaikan polemik RUUK DIY secara benar dan proposional, penuntasan kasus kekerasan kepada wartawan.

Dalam aksi massa sekitar 60 orang tersebut di mulai sekitar pukul 09.30 WIB. jalur yang dilalui massa HMI yaitu Parkir Abu Bakar Ali, DPRD Propinsi, Kepatihan, Pos Besar. (*)

Editor : syafik

source : http://jogja.tribunnews.com/2011/01/26/massa-hmi-tuntut-copot-polisi-represif

0 komentar:

Posting Komentar

Vivanews

Jakarta - Sejumlah kasus korupsi kehutanan di berbagai provinsi salah satunya Riau, masih belum dapat dituntaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK pun mengakui pergerakannya cukup lambat dalam menyelesaikan kasus ini. "Ya saya tidak mengelak sudah dua tahun. Harus diakui memang sudah lama. Ini akan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan tahun depan," ujar Pimpinan KPK Chandra M Hamzah dalam konferensi pers akhir tahun di kantornya, Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (29/12/2010 sore. KPK sebelumya dinilai lambat karena tak juga memproses temuan mereka dengan cepat. Seperti diketahui KPK telah mulai memproses sejumlah kasus yang berkaitan dengan kehutanan. KPK juga telah menyeret pejabat pemerintah dan kepala daerah yang terlibat. Bupati Pelelawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar telah dinyatakan bersalah karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 2 UU No.31/99 jo. UU No.20/2002, dengan pidana penjara 11 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta. Tidak hanya itu, Azmun juga diputuskan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12.367.780.600,00, karena akibat perbuatannya negara dirugikan sebanyak Rp 1,2 triliun. Namun berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), Azmun hanya merupakan salah satu dari 4 Bupati yang menerbitkan izin untuk 13 perusahaan penebang hutan di Provinsi Riau dan sekitarnya. Sedangkan ketiga Bupati lainnya, sampai saat ini belum jelas proses penganannya di KPK termasuk Bupati Siak, Arwin AS yang sudah menjadi tersangka sejak September 2009. Tidak hanya itu, tercatat ada tiga mantan Kadishut yang sudah menjadi tersangka, dua diantaranya sudah ditetapkan tersangka sejak 2008 tetapi belum dilakukan penahanan. Menanggapi lambatnya pengusutan kasus ini, Deputi Penindakan Ade Rahardja menampik bahwa KPK mendapat hambatan yang berarti. Menurutnya untuk dapat mengurai suatu perkara dengan jelas harus dilakukan secara berurutan. "Tidak ada yang istimewa atau aneh-aneh. Memang penyelesaiannya harus berurutan, tidak bisa serempak," ujar Ade yang juga berada dalam konferensi pers tersebut. source : http://www.detiknews.com/read/2010/12/29/182923/1535448/10/kpk-akui-lambat-selesaikan-kasus-korupsi-kehutanan-di-riau?n991102605

Share

Kamis, 27 Januari 2011